Pengertian Hukum Pranata Pembangunan serta Studi kasus
Hukum
Pranata Pembangunan
1. 1 Definisi dan Pengertian HPP
HUKUM
adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan
oleh penguasa atau pemerintah; undang – undang, peraturan, dsb untuk mengatur
pergaulan hidup masyarakat, patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa
(alam,dsb) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim
(dalam pengadilan) ; vonis ; KBBI
PRANATA
adalah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan, pengertian
individu dalam satu kelompok dan pengertian individu dalam satu perkumpulan
memiliki makna yang berbeda.
PEMBANGUNAN
adalah perubahan individu atau kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan
kesejahteraan hidup.
Jadi,
pengertian dari Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengatur
tentang interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan
peningkatan kesejahteraan hidup.
Dalam
arsitektur khususnya Hukum Pranata Pembangunan lebih memfokuskan pada
peningkatan kesejahteraan hidup yang berhubungan dengan interaksi individu
dengan lingkungan binaan. Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak
antar individu yang terkait seperti pemilik (owner), konsultan (arsitek),
kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan
ruang atau bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim.
1)
Struktur
Hukum Pranata di Indonesia
Hukum Pranata di Indonesia
1.
Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hokum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan
4. Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;
5. Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
6. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan
4. Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;
5. Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
6. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.
Hukum
Pranata Pembangunan memiliki 4 unsur, yaitu:
· Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia. Karena manusia merupakan sumber daya paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia. Karena manusia merupakan sumber daya paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
· SDA
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan yang mana sebagai sumber utama dalam pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan yang mana sebagai sumber utama dalam pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.
· Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah. Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah. Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
· Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan. Denga n teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan.
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan. Denga n teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan.
1.2 HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN UNDANG – UNDANG NO.4 tahun
1992 tentang Perumahan & Pemukiman. Dalam Undang – Undang ini terdapat 10
BAB (42 pasal) antara lain yang mengatur tentang :
- Ketentuan Umum ( 2 pasal )
- Asas dan Tujuan (2 pasal )
- Perumahan ( 13 pasal )
- Pemukiman ( 11 pasal )
- Peran Serta Masyarakat ( 1 pasal )
- Pembinaan (6 pasal )
- Ketentuan Piadana ( 2 pasal )
- Ketentuan Lain – lain ( 2 pasal )
- Ketentuan Peralihan ( 1 pasal )
- Ketentuan Penutup ( 2 pasal )
Pada
Bab 1 berisi antara lain :
- Fungsi dari rumah
- Fungsi dari Perumahan
- Apa itu Pemukiman baik juga fungsinya
- Satuan lingkungan pemukiman
- Prasarana lingkungan
- Sarana lingkungan
- Utilitas umum
- Kawasan siap bangun
- Lingkungan siap bangun
- Kaveling tanah matang
- Konsolidasi tanah permukiman
Bab
2 Asas dan Tujuan, isi dari bab ini antara lain : Penataan perumahan dan
permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan
kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian
lingkungan hidup. Tujuan penataan perumahaan dan pemukiman :
- Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat
- Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
- Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional
- menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidangbidang lain.
Bab
3 Perumahan, isi bab ini antara lain :
- hak untuk menempati /memiliki rumah tinggal yang layak
- kewajiban dan tanggung jawab untuk pembangunan perumahan dan pemukiman
- pembangunan dilakukan oleh pemilik hak tanah saja
- pembangunan yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah harus dapat persetuan dari pemilik tanah / perjanjian
- kewajiban yang harus dipenuhi oleh yang ingin membangun rumah / perumahan
- pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara
- Pemerintah mengendalikan harga sewa rumah
- Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan
- Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan dll
Bab
4 Permukiman, isi bab ini antara lain :
- Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana
- tujuan pembangunan permukiman
- Pelaksanaan ketentuandilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
- Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum
- Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh badan usaha milik Negara
- kerjasama antara pengelola kawasan siap bangun dengan BUMN
- Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan
- ketentuan yang wajib dipenuhi oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan
- tahap – tahap yang dilakukan dalam pembangunan lingkungan siap bangun
- kegiatan – kegiatan untuk meningkatkan kualitas permukiman dll
Bab
5 Peran serta masyarakat, isi bab ini antara lain :
- hak dan kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pembangunan perumahan / permukiman
- keikutsertaan dapat dilakukan perorangan / bersama
Bab
6 Pembinaan, isi bab ini antara lain :
- bentuk pembinanaan pemerintah dalam pembangunan
- pembinaan dilakukan pemerintah di bidang perumahan dan pemukiman
- Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah
- dll.
Bab
7 Ketentuan Pidana, isi bab ini antara lain :
- hukuman yang diberikan pada yang melanggar peraturan dalam pasal 7 baik disengaja ataupun karena kelalaian.
- dan hukumannya dapat berupa sanksi pidana atau denda.
Bab
8 Ketentuan Lain-lain, isi bab ini antara lain :
- Penerapan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak menghilangkan kewajibannya untuk tetap memenuhi ketentuan Undang-undang ini.
- Jika kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dipenuhi oleh suatu badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman, maka izin usaha badan tersebut dicabut.
Bab
9 Ketentuan Peralihan, isi bab ini antara lain :
- Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan di bidang perumahan dan permukiman yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.
Bab
10 Ketentuan Penutup, isi bab ini antara lain :
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang Pokok-pokok perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 nomor 3,
- Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.
1. 3 Sumber Hukum Formil
- Undang-undang, Hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
- Yurisprudensi, Hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
- Traktat, Hukum yang ditetapkan oleh Negara-Negara dalam suatu perjanjian antar negara.
- Kebiasaan, Hukum yang terletak dalam peraturan kebiasaan (adat).
5.
Hukum
Sipil dan Publik
1. 4 Hukum Sipil
- Hukum Perdata
- Hukum Dagang
1. 5 Hukum Publik
- Hukum Tata negara
- Hukum Administrasi Negara
1. 6 HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Berdasarkan
kondisi saat ini, tantangan yang akan dihadapi 25 tahun mendatang, maka visi
dan misi pembangunan nasional Indonesia yang telah dicanangkan dalam UU Rencana
Pembangunan Jangka Panjang mengarah pada pencapaian tujuan nasional sebagaimana
tertuang pada UUD 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus terukur agar
dapat mengetahui tingkat kemajuan, kemandirian dan keadilan yang akan dicapai.
Keahlian di bidang arsitektur juga harus dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional lebih jelas dan terukur, agar kontribusinya kepada kemajuan bangsa dan
Negara terasa lebih konkrit dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk
mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut, telah diputuskan akan dicapai
melalui misi pembangunan jangka panjang, yang isinya antara lain :
- Mewujudkan Daya Saing Bangsa; dengan memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan masing-masing wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan pelayanan di dalam negeri; mengedepankan pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan, pemanfaatan dan penciptaan iptek; pembangunan infrastruktur yang maju; serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara.
- Mewujudkan Masyarakat Demokratis Berlandaskan Hukum ; dengan memantapkan lembaga demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya, serta menegakan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif; dan memihak pada rakyat kecil.
- Mewujudkan Indonesia Aman, Damai dan Bersatu; dengan membangun kekuatan TNI hingga melampaui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra-intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan, dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
- Mewujudkan Pemerataan Pembangunan dan Berkeadilan ; dengan meningkatkan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan social secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah, menanggulangi kemiskinan secara drastis, menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi, termasuk menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender.
- Mewujudkan Indonesia Asri dan Lestari ; dengan memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan berkelanjutan keberadaan dan kegunaan SDA dan lingkungan hidup, dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung dan kenyamanan dalam kehidupan di masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk pemukiman, kegiatan sosial dan ekonomi, dan upaya konservasi; pemanfaatan ekonomi SDA dan lingkungan yang berkesinambungan; pengelolaan SDA dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; dan pemeliharaan serta pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
- Mewujudkan Masyarakat Bermoral, Beretika dan Berbudaya ; dengan memperkuat jati diri dan karakter bangsa yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, melaksanakan interaksi antar budaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan memiliki kebanggan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etik pembangunan bangsa.
- Mewujudkan Indonesia Berperan Penting dalam Pergaulan Dunia Internasional; dengan memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional, melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerjasama internasional, regional dan bilateral antar masyarakat, antar kelompok, serta antar lembaga di berbagai bidang.
Apabila
kita membandingkan dan mengamati struktur peraturan perundangundangan
keprofesian yang lazim berlaku di banyak negara, untuk mendukung tumbuh dan
berkembangnya profesi Arsitek (dan insinyur) dibutuhkan setidaknya 3 (tiga)
kepranataan sebagai pilar pendukung utama. Masing-masing mengatur hal-hal yang
berbeda tetapi saling melengkapi dan menjadi kesatuan yang utuh.
Pilar
yang pertama, adalah kepranataan yang mengatur
hubungan kerja dan penyelenggaraan kerjasama para pihak yang bertanggungjawab
dalam proses pembangunan. Di Indonesia, kepranataan ini terwujud dalam bentuk
Undang-Undang No. 18/ tahun1999 tentang Jasa Konstruksi.
Pilar
kedua, adalah kepranataan yang mengatur
obyek/materi dalam konteks jasa konstruksi, dalam hal ini adalah bangunan
gedung dan lingkungan binaan (built environment). Kepranataan ini di Indonesia
terwujud dalam bentuk Undang-Undang No. 28/ tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Pilar
ketiga, adalah kepranataan yang mengatur
subyek/para pelaku, yang dalam hal ini adalah Arsitek (dan insinyur). Kepranataan
ini belum ada di Indonesia, yang lazim di berbagai Negara dikenal sebagai
Architect’s Act dan Engineer’s Act.
2.1
CONTOH STUDI KASUS
KASUS
PROYEK ABADI PEMBANGUNAN
LATAR
BELAKANG
Tujuan
hukum yaitu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dengan Di wujudkan dan
menjalankan beberapa fungsi Yaitu:
Hukum
sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan,
Hukum
sebagai sarana pembangunan, hukum sebagai sarana penegak keadilan,
Hukum
sebagai sarana pendidikan dan pembaharuan masyarakat
RUMUSAN
MASALAH
Apa
pengertian dari kegagalan konstruksi jalan ?
Kenapa
jalan raya di jalur pantura cepat rusak ?
Bagaimana
penyelesaian terhadap kasus proyek abadi pembangunan/perbaikan jalur Pantura
Bagaimana
analisis mengenai kasus hukum dalam proyek abadi pembangunan/perbaikan jalur
Pantura ?
Bagaimana
solusi untuk perbaikan jalan pantura kedepannya ?
Kasus
hukum dalam proyek abadi pembangunan/perbaikan jalur Pantura, Analisa masalah
berdasarkan hukum di Indonesia. ¢memberikan penerangan tentang kasus dalam
proyek abadi pembangunan/perbaik an jalur Pantura Ruang lingkup masalah Tujuan
LANDASAN
TEORI
Kegagalan
bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserah-terimakan oleh penyedia
jasa kepada pengguna jasa menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara
keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak
kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan
penyedia dan/atau pengguna jasa.
LANDASAN
TEORI ASPEK HUKUM
Berdasarkan
UU Kegagalan Bangunan terbagi atas beberapa definisi di :
1.
UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi .
2.
Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang Jasa Konstruksi.
3.
HAKI pada tahun 2001 mencoba mengkaitkan dengan UU-RI No.18 Tahun 1999.
4.
Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK).
CONTOH KASUS PELANGGARAN HUKUM ¢ PROYEK ABADI JALAN
PANTURA
FUNGSI
JALAN PANTURA
Jalur
jalan ini merupakan urat nadi perekonomian nasional terpenting dan paling sibuk
di seluruh negeri.Siang maupun malam jalur jalan ini nyaris tak pernah
tidur.Berbagai moda angkutan darat selalu menyemut melintasi jalur ini.
LATAR
BELAKANG PERMASALAHAN
Proyek
perbaikan Jalur Pantura Pulau Jawa sepanjang 1300 KM, mulai dari anyer sampai
banyuwangi sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat Indonesia, Tiap
tahun pemerintah mengeluarkan anggaran lebih dari Rp 1 triliun untuk perbaikan
jalan di jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa, Namun, yang terjadi saat ini,
pembangunan jalur Pantura hanya dilakukan dengan penambalan aspal secara terus
menerus.
PENYEBAB
MUDAH RUSAKNYA JALAN PANTURA
Dari
segi kontruksi (menurut Boyamin;MAKI) disebutkan, bahwa proyek tersebut adalah
proyek Swakelola perbaikan jalan yang bersifat rutin. Kem-PU diduga mengurangi
volume aspal kepada supplier asphalt mixing plant (AMP). Sehingga sepanjang
1300 Km jalur Pantura selalu mengalami kerusakan dan perbaikan. ¢ Kerusakan
Pantura terjadi akibat volume kendaraan yang melintas melebihi kapasitas
semestinya Dari segi kontruksi dan juga segi penggunaan.
DARI
SEGI PENGAWASAN
Ketidak
tegasan pihak-pihak yang berwenang dalam pengawasan proyek tersebut, dalam
memantau pelaksanaannya sehingga banyak oknum-oknum yang memanfaatkan/meraih
keuntungan dari kegiatan proyek tersebut ¢ tonase kendaraan yang melewati jalan
melebihi kemampuan jalan tersebut. Pengawasan dalam pelaksanaan Pengawasan
dalam penggunaan jalan
DAMPAK
AKIBAT
Rusaknya
jalur Pantura menyumbang tingginya angka kecelakaan dan korban tewas di jalan.
Ø Melambungnya harga pangan akibat buruknya jaringan distribusi seperti yang
terjadi beberapa waktu terakhir ini akan memicu naiknya angka inflasi dan
menggerus daya beli masyarakat
BAB
I PASAL 1 AYAT (6) DAN (11) UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI NOMOR 18 TAHUN 1999 ¢
Ayat 6 kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah
diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak
berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya
yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.
BAB
I PASAL 1 AYAT (6) DAN (11) UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI NOMOR 18 TAHUN 1999 ¢
Ayat 11 Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan
usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa
konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal Pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
ANALISA
PERMAASALAHAN
Undang-undang
Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa tanggungjawab pihak yang terlibat dalam
suatu kegiatan konstruksi berlaku dari awal sampai serah terima akhir. ¢ .Pasal
25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab
penyedia jasa . ¢ Penyedia jasa menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri dari perencana,
pelaksana dan pengawas konstruksi.
Kesalahan
dalam pelaksanaan Kesalahan dalam pengawasan Kontraktor/pekerja yang bekerja
menyimpang dari speksifikasi teknis membiarkan pelaksana bekerja menyimpang
juga merupakan kesalahan pihak pengawas.
ANALISA
HUKUM
Penyelenggara
pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas
pelanggaran Undang-undang ini dapat berupa peringatan tertulis sampai sanksi
pencabutan izin usaha dan/atau profesi Bab X pasal 41 UUJK Bab X pasal 42 UUJK.
Barang
siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau
dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. ¢
Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan
atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan
mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan
pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5%
(lima per seratus) dari nilai kontrak. ¢ Barang siapa yang melakukan pengawasan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang
lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap
ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi
atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau
dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak
SANKSI
HUKUM
Tanggung
jawab penyedia jasa dalam UUJK Nomor 18 Tahun 1999 disebutkan dalam pasal 26
ayat 1 dan 2. ¢ Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab X
pasal 41, 42 dan 43 UUJK. ¢ Dikenakan dua dugaan pidana yaitu pelanggaran pasal
pelanggaran pasal 359 KUHP mengenai kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya
orang lain, pasal 360 KUHP mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain
luka-luka,
SOLUSI
YANG DAPAT DIGUNAKAN
Jalur
ganda kereta api efektif untuk mengurangi beban jalan pantura yang sudah
terlalu berat. Di wilayah daerah operasional Cirebon, PT KAI secara resmi akan
menggunakan jalur itu per Juni 2014. Jika dimanfaatkan secara optimal,
penggunaan jalur KA itu akan bisa mengurangi beban jalan raya hingga 40 persen.
(kompas.com) ¢Kementerian PU dapat berperan dalam memberikan solusi bagi
permasalahan proyek abadi ini degan menerapkan Performance Based Maintenance
Contracting.
Sebagai
solusi dari kelebihan tonase, Kementerian Perhubungan dapat melakukan
pengalihan beban berat yang lebih dari 10 ton ke lintas laut. “Tentunya
alternatif-alternatif tersebut harus dilengkapi dengan ketegasan KPK dan pihak
berwenang lainnya untuk segera menyelediki dugaan korupsi di Jalur Pantura ini.
Butuh ketegasan dan kepastian hukum. Di samping untuk menyelamatkan uang
negara, hal ini dapat memicu optimisme bersaing secara sehat dalam usaha. Serta
tentu saja, kita pada akhirnya akan dapat mengucapkan selamat tinggal kepada Proyek
Abadi Perbaikan Jalur Pantura Pulau Jawa”
2.2
CONTOH STUDI KASUS
Dinas
Pengawasan dan Penertiban Bangunan (DPPB) mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran
hukum dalam kasus runtuhnya tambahan bangunan di Pusat Grosir Metro Tanah Abang
(PGMTA). Dari berbagai bukti yang terkumpul, ada indikasi pelanggaran yang
diduga dilakukan oleh pemilik dan pelaksana pembangunan dan dapat dijerat
dengan Undang-Undang Nomor 28/2002 tentang Bangunan Gedung.
Kepala
DPPB DKI Jakarta Hari Sasongko mengatakan, ancaman hukuman yang paling berat
atas pelanggaran yang menyebabkan kegagalan bangunan dan jatuhnya korban jiwa
adalah kurungan lima tahun penjara dan denda 10 persen dari total nilai
bangunan.
Menurut
Hari, pihaknya bersama dengan Tim Penasehat Arsitektur Kota, Tim Penasehat
Konstruksi Bangunan, Ikatan Arsitek Indonesia, dan Persatuan Insinyur Indonesia
mengumpulkan semua bukti penyebab runtuhnya bangunan sesuai bidang keahlian
masing-masing.
Bukti-bukti
itu dikumpulkan dari lapangan dan dari wawancara dengan pemilik, perencana
bangunan, sampai pelaksana pembangunan gedung tambahan PGMTA.
Dari
pengumpulan bukti terungkap, bangunan induk PGMTA tahap II sudah memiliki izin
mendirikan bangunan (IMB). Proses konstruksi dimulai pada awal 2009 dan sudah
dikontrol tim dari DPPB pada 28 Juli dan 27 Oktober 2009.
Pada
3 Desember 2009 ada proses pembuatan gambar tambahan bangunan toilet yang
menggantung. Pada 7 Desember proses pembangunan tambahan toilet dimulai tanpa
IMB dan pada 23 Desember runtuh.
DPPB
mendapat pengakuan dari pemilik, tambahan toilet itu dibangun atas permintaan
para penyewa kios. Permintaan itu dipenuhi tanpa mengajukan IMB sehingga
kualitas bakal bangunan tidak terkontrol dan akhirnya ambrol.
Pengawasan
harian diserahkan pada para konsultan perencana dan pengawas yang memiliki izin
pelaksana teknis bangunan (IPTB). Konsultan itu yang harus memberikan laporan
secara berjala kepada DPPB untuk dievaluasi.
Dalam
kasus Tanah Abang, konsultan perencana dan pengawas tidak melaporkan proses
konstruksi tambahan bangunan toilet ke DPPB. Jika terbukti bersalah, IPTB dari
konsultan itu akan dicabut sehingga yang bersangkutan tidak dapat praktek pada
bidang yang sama lagi.
2.3 CONTOH STUDI KASUS
Pada studi kasus kali
ini saya akan mengambil sample dari daerah Jl. Fatmawati. Dalam Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR), kawasan Jalan Raya Fatmawati memang merupakan kawasan
campuran antara hunian dan niaga.
Namun, batasan GSB
banyak dilanggar, lebar jalan yang lebih besar memungkinkan mempunyai jarak GSB
yang lebih besar dibandingkan jalan yang mempunyai lebar yang lebih kecil.
Biasanya jarak GSB ini adalah 5 meter dari ruas terpinggir jalan.
Di dalam area GSB ini,
pemilik bangunan tidak dapat membangun sesuatu yang bersifat struktural.
Di sepanjang jalan
Fatmawati kita dapat menemukan banyak gedung, ruko-ruko dan bangunan pertokoan.
Jarak antara bangunan tersebut dengan jalan raya cukup beragam. Ada yang
tersusun rapi dengan menerapkan batas GSB dan banyak pula yang tidak menaati
GSB dan membangun bangunan mereka dekat dengan muka jalan sehingga amat sangat
mengganggu kenyamanan jalan dan juga orang yang mengunjungi tempat tersebut,
secara arsitektural pun fasadnya sangat jauh dari layak dan seperti asal
dibangun. Hal tersebut banyak terjadi di kios-kios atau warung tempat usaha
kecil warga. Dengan beberapa alasan mereka memang sengaja membangun bangunan
mereka sedekat mungkin dengan muka jalan, terutama dengan alasan ekonomi.
Dengan paham semakin dekat dengan jalan maka akan semakin sering dilalui dan
dilihat orang sehingga akan menambah keuntungan usaha si pemilik bangunan.
Berbeda halnya dengan pertokoan besar atau gedung usaha besar yang memang
mengikuti peraturan GSB karena IMB akan terbit apabila bangunan itu mengikuti
peraturan.
Bangunan berada dekat
dengan muka jalan, jarak bangunan kurang dari 5 meter dari muka jalan dan tidak
adanya fasilitas parkir yang memungkinkan terjadinya parkir liar yang akan
mengganggu jalannya kendaraan yang melewati jalan tersebut
Bangunan Warung – warung yang
berjarak kurang lebih 1 meter dari muka jalan, terlebih mereka menggunakan
bangunan structural (memiliki pondasi, sloof, tembok hingga atap) yang dianggap
melanggar peraturan gsb itu sendiri. Selainn itu pula bangunan seperti
ini akan mengganggu estetika dan view bagi bangunan disampingnya
Warung-warung usaha warga yang
berdempetan dengan muka jalan
Bangunan dua lantai structural yang
memiliki jarak dekat dengan muka jalan, kendaraan yang akan parkir didepan toko
tersebut juga akan mengganggu arus lalu lintas di jalan terseut karena jarak
bangunan terlalu dekat dengan jalan sehingga menimbulkan minimnya lahan parkir
yang tersedia. Terlebih lagi bangunan tersebut terletak di persimpangan jalan
yang akan mengganggu jarak pandang pengguna jalan karena bangunan terlalu maju
ke muka jalan
Pegaruh pelanggaran GSB dalam bidang
Arsitektural
Segi Estetika dan Keamanan
Peraturan tentang GSB dibuat agar
lingkungan menjadi aman dan teratur. Bisa dibayangkan jika lingkungan pemukiman
rumah atau suatu daerah menjadi berantakan karena para pemilik bangunannya
sembarangan dalam membangun rumah. Para pemilik bangunan dengan seenaknya
melakukan pengembangan rumah dengan memaksimalkan lahan yang ada. Seperti
membangun toko tambahan atau perluasan ruangan yang melewati GSB sampai
mendekati pagar. Selain itu ada beberapa orang yang membuat bangunan yang
begitu dekat dengan muka jalan dan membuat area parkir sembarangan di bahu
jalan yang ramai dengan kendaraan. Akibatnya daerah tersebut tidak sedap
dipandang dan view bangunan yang berada di dekat bangunan tersebut akan
terganggu
Segi Keselamatan
Selain dari segi estetika, GSB
dibuat untuk kepentingan keselamatan para pengendara yang melewati jalan di
depan atau samping bangunan. Apalagi jika bangunan berada di persimpangan jalan
atau di hoek jalan. bangunan di persimpangan sangat rawan
kecelakaan. Kecelakan dapat terjadi karena pengendara tidak melihat pengendara
lain dari arah berlawanan karena terhalang bangunan yang menjorok ke muka
jalan. Jarak bebas pandang pengendara terganggu karena tertutup bangunan yang
terletak di persimpangan dan menjorok keluar melebihi GSB.
Untuk bangunan yang berada di
persimpangan jalan, ada dua GSB, yaitu dari sisi depan bangunan dan samping
bangunan. Hal ini sering dilupakan oleh pemilik bangunan yang berada di
persimpangan. Mereka membangun hanya berdasarkan pada satu GSB saja. Ada
beberapa orang yang dengan sengaja memajukan bangunannya baik ke depan maupun
ke samping sehingga melanggar batas GSB. Tidak hanya rumah di persimpangan
jalan yang mempunyai GSB samping. Semua bangunan rumah mempunyai GSB samping
dan belakang.
Menurut penjelasan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum No. 441 Tahun 1998 tentang Pesyaratan Teknis Bangunan Gedung,
GSB dari samping dan belakang bangunan juga harus mendapatkan perhatian. Ada
beberapa hal persyaratan untuk memenuhi GSB dari samping dan belakang bangunan.
Persyaratan itu adalah:
Bidang dinding terluar tidak boleh
melampaui batas pekarangan
Struktur dan pondasi bangunan
terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm ke arah dalam dari batas
bangunan
Untuk perbaikan atau renovasi
bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas bersama dengan bangunan
di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri di samping
dinding batas terdahulu.
Pada bangunan rumah tinggal rapat,
tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas belakang ditentukan
minimal setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan
Disamping besaran GSB, dalam
membangun juga perlu memperhatikan estetika yang berkenaan dengan peletakan
komponen struktur. Pembuatan bukaan jendela dalam bentuk apapun pada dinding
batas pekarangan tidak diperkenankan, termasuk juga pemasangan glass
block.
Sanksi Pelanggaran
Setiap aturan pasti mempunyai sanksi
jika ada yang melanggarnya. Demikian pula dengan peraturan tentang GSB. Menurut
Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Sanksi administratif
akan dikenakan kepada setiap pemilik bangunan. Sanksi tersebut berupa
peringatan tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, penghentian sementara
atau tetap pekerjaan pelaksanaan, pencabutan izin yang telah dikeluarkan dan
perintah pembongkaran bangunan.
Selain itu jika ketahuan membangun
bangunan yang melebihi GSB, maka juga akan dikenakan sanksi yang lain.
Sanksinya berupa denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan
yang sedang atau telah dibangun.
DAFTAR
PUSTAKA
http://andreardiyanto.blogspot.com/2016/09/mengenal-hukum-pranata-pembangunan.html
Komentar
Posting Komentar